Imam Al Ghazali dalam kitab Minhaajul ‘Aabidin mengungkapkan, Katakan kepada nafsumu: “Hai nafsu, sanjungan dan ungkapan terimakasih Allah lebih baik dari pada sanjungan yang diberikan oleh makhluk-makhluk yang lemah dan bodoh. Mereka tidak mengetahui derajat amalmu serta apa saja yang kau rasakan di dalamnya. Mereka tidak memenuhi hak-hak yang semestinya kau peroleh dengan amalmu. Bahkan kadang-kadang mereka lebih mengutamakan orang-orang yang memiliki derajat di bawahmu dengan memberikan seribu derajat; menyia-nyiakanmu saat engkau sedang sangat membutuhkan mereka serta melupakanmu.“
Sungguh,ungkapan ini seharusnya menjadi teguran akan nilai keikhlasan diri yang dirangkaikan dalam cerita drama kehidupan yang seharusnya mendalam dan tegas. Merenungi pribadi diri yang mungkin selama ini masih berkutat dengan pertanyaan “Apakah saya ikhlas dalam amal ini?” atau “Apakah saya ikhlas menerima cobaan ini?” Ingatlah, ketika hati ragu untuk memutuskan dan jiwa gentar untuk menegaskan, sesungguhnya setan sedang bermain di keragu-raguan. Sadarlah segera untuk mengembalikan khittoh diri sebagai hambanya yang mukhlish, yang bersegera menyeru panggilan-Nya tanpa peduli atas imbalan apa yang akan di dapatkan dari-Nya. Segera kubur semua keraguan, baik bisik teman yang memupuk kecintaan dunia, sahabat yang menenggelamkan keimanan hingga kekasih yang mampu membuat jiwa melupakan-Nya. Jika kita melepaskan semua jubah keraguan yang dibalut dengan ribuan puji untuk pribadi kita yang hina, yang meninggikan pikiran sampai ujub diri terasa maka ini akan menghantarkan kita menjadi penolong agama Allah yang Utama (Hawariyyun).
Cukup jelaslah bagi kita Allah SWT mengajarkan doa yang mampu merayu-Nya mengijabah pinta yang penuh keikhlasan dan ketakwaan. “Ya Robb kami, terimalah amal kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui, “ QS Al Baqarah: 127.
Janganlah terganggu untuk melakukan suatu amal sholeh, jangan merasa risih jika ada kritikan dalam perbuatan baik, dan jangan merasa runtuh dikala ada rintangan terjal yang menghalangi dalam menempuh panggilan-Nya. Cukuplah Allah yang menjadi sandaran dan tujuan kita dikala banyaknya riak-riak ujian yang menghalangi. Hanyalah Allah, tempat seharusnya kita meminta akan kekuatan diri untuk beristiqomah dalam perjuang mahabbah kepada-Nya. Fokuskan semua kemampuan diri untuk mendapatkan pemberian-Nya yang mulia baik di dunia maupun di akhirat. Adakah hadiah yang lebih mulia dari pada yang diberikan oleh penguasa alam semesta?
Saudaraku, mari kita susun kembali mahligai cinta yang Allah berikan kepada kita. Dengan menegaskan kembali kepada diri bahwa “Ini adalah kebaikan, aku tidak ragu dan tidak akan jemu untuk mengamalkannya.”Yakinlah semua amalan kebaikan ini akan mudah jalannya karena rahmat Allah begitu dekat dan nyata bagi hamba-Nya. Inilah pembuktian diri sebagai seorang hamba Allah dan khalifah di dunia ini. Karena pahala atas amalan seorang hamba yang berkeyakinan teguh ini menurut Sayyidina Ali ra. “Pahala amal yang diterima oleh Allah tentu tidak akan berkurang, bagaimana mungkin amal yang diterima itu berkurang?“
Oleh:
M Haden Aulia H
Ketua Kajian Strategis.
Gema Keadilan Kota Cimahi
Senin, 11 Juli 2011
SAAT RAGU MENYERANG AMAL
20.07
gemakeadilancimahi.blogspot.com
No comments
0 komentar:
Posting Komentar