“ Nilai seseorang
sesuai dengan kadar tekadnya, ketulusannya sesuai dengan kadar kemanusiaannya,
keberaniannya sesuai dengan kadar penolakannya terhadap perbuatan jahat dan
kesucian hati nuraninya sesuai dengan kadar kepekaannya terhadap kehormatan dirinya.”
-Khalifah Ali bin Abi Talib-
-Khalifah Ali bin Abi Talib-
Sahabat,
Lembayung senja kehidupan mulai
merasuk damai di tiap pribadi yang telah lama menantinya dalam dimensi pelepas
kepenatan kesibukan dunia yang tiada berujung. Lelah kerja yang berkerak
sekalipun seakan beterbangan laksana buih yang dipermainkan angin, yang bertiup
perlahan setelah tubuh mampu merebah dan menikmati indahnya dunia dalam dimensi
itu. Akan tetapi, belaian ketenangan itu bukan berarti menjadi racun yang
menggerogoti immunitas semangat juang kita dalam mencari keridhoan Alloh SWT.
Karena keyakinan tinggi akan amalan di tiap ikhtiyar yang kita gelorakan untuk
penghidupan yang lebih baik terdapat benih-benih kebaikan yang terus tercipta
dari peluh dan darah juang kita untuk generasi yang akan datang.
Sahabat,
Keikhlasan dan ketulusan dalam amalan
bukanlah dilihat dari kuantitas volume yang diberikan akan tetapi berfokus pada
kemanfaatan yang berlaku kemudian, dimana si pemberi melepaskan penilaian akhir
kepada Alloh SWT sebagai juri terbaik di kehidupan ini. Ia akan berprilaku selayaknya
untuk sekedar merayu hadirnya keridhoan dan kecintaan Sang Kholiq di tengah peraduan doanya, sebelum
dan selepas melakukan amal sholeh tersebut. Inilah mengapa para Ulama
menempatkan keikhlasan ataupun ketulusan menjadi bab terpenting dalam tiap amal
sehari-hari bahkan mampu memperoleh kedudukan setengah amalan agama secara
sempurna.Sejatinya, ini merupakan pinta yang tersirat untuk menggapai cintanya Alloh untuk kita.
Sahabat,
Semangat yang membahang tentu pasti
mampu membakar jiwa lemah kita. Jika
bukan karenanya, kita mungkin masih dipersimpangan jalan putus asa atau bahkan
di tengah jalan pragmatis yang berorientasi materialistik. Inilah pentingnya kehadiran
suatu keberanian yang bermuara pada keyakinan yang utuh. Dimana ia menjadi
pendobrak kemapanan yang memalaskan atau keputusasaan dari fikiran
ketidakmampuan. Keberanian seperti ini, tentulah sangat diperlukan dalam
pribadi kepemimpinan saat ini. Keberanian yang bukan berdasar atas dorongan
orang lain akan tetapi keberanian yang tumbuh dari sanubari yang telah rutin ditempa
oleh nilai-nilai keimanan yang meneguhkan.
Sahabat,
Pucuk kenikmatan yang Alloh
berikan adalah hidayah. Hidayah yang diberikan kepada hamba-hambaNya yang Ia
kehendaki untuk memilikinya. Hidayah yang merupakan cerminan kecintaan Alloh kepada hambaNya. Ketika Hamba itu memilikinya maka kepekaannya pun
akan meningkat, ia akan menjadi pribadi yang lebih peduli tanpa iming-iming
pujian dari orang lain ataupun penilaian makhluk. Betapa bahagianya ia,
sehingga saat ia tersadar mungkin hanya ucapan syukur kehadirat Alloh SWT saja
yang mampu di ucapkan lisannya. Hal inilah yang tercermin dalam pribadi Umar Ibnu Khottob R.A.
Sahabat yang terus bersyukur atas nikmat hidayah yang telah bersemayam di dalam
hatinya selepas membaca surat Thoha dalam Al Qur’an. Sehingga salah seorang sahabat , Abdullah bin Mas'ud pun berkomentar,
"Kami senantiasa berada dalam kejayaan semenjak Umar bin
Khattab masuk Islam."
Sahabat,
Momentum kegemilangan itu kini
hanya menunggu hitungan hari jikalau kita bijak dalam menentukan titik arah
prioritas. Kerinduan kita akan pemimpin yang mencintai kita yang sudah sedemikian memuncaknya, haruslah berbanding lurus dengan Kemenangan dan Kejayaan yang akan hadir seiring pilihan diri yang
berbasis ketaqwaan. Kini sudah saatnya kita menjadi bagian bersejarah untuk mengubah
kehidupan ke arah yang lebih baik. Jangan mudah menjadi pengekor dalam
aktifitas amalan. Karena kepahaman akan pilihan kita adalah hal mutlak yang
wajib dimiliki tiap pribadi yang bertekad untuk perubahan menuju perbaikan yang
nyata. Jadilah pribadi yang bertekad baja sehingga kita akan mampu menebarkan cinta untuk pribadi-pribadi yang berinteraksi dengan diri bahkan menjalinkan ikatan yang lebih erat dalam meraih cintanya Alloh SWT.
“Sebaik-baik pemimpin ialah yang kamu cintai, dan cinta pada kamu, dan
kamu do’akan mereka dan mereka mendo’akanmu”.
(HR. Muslim)
0 komentar:
Posting Komentar